Tersiarnya kabar tentang pendaki yang
tewas di kawah gunung Merapi dan evakuasi belasan mahasiswa Indonesia
dari pegunungan di Jerman adalah sebuah pelajaran teramat penting.
Mendaki gunung memang menyenangkan, tetapi alangkah menyenangkan lagi
apabila Anda menjadi pendaki yang cerdas memiliki ilmu yang cukup bisa di andalkan.
Banyak tayangan film ataupun acara alam bebas di televisi yang sukses menularkan tren mendaki gunung bagi kalangan anak muda. Tidak hanya mereka yang aktif di kegiatan pecinta alam, namun juga
mereka yang tidak aktif di sana. Ditambah lagi kebiasaan anak muda yang
ingin eksis mencari jati diri, maka puncak gunung dianggap sebagai salah
satu cara pembuktian di dalam lingkungan sosial mereka.
Pendaki Erri Yunanto yang tewas di kawah Gunung Merapi setelah berfoto di Puncak Garuda, sebuah spot yang berbahaya. Tidak
lama, beredar sejumlah meme di social media yang mengkritik perilaku
para pendaki yang berniat eksis di social media, namun mengabaikan
keamanan dan keselamatan.
"Jadi eloh naek gunung tinggi - tinggi cuma buat selfie terus pamer di socmed?" begitulah tulisan meme yang beredar.
Kasus kedua adalah evakuasi belasan mahasiswa Indonesia dari pegunungan Watzmann, Alpen bagian Jerman oleh tim SAR Jerman. Mereka nekat mendaki gunung
padahal sudah diperingatkan ancaman badai salju. Untung saja nyawa
mereka terselamatkan.
Dari dua masalah di atas, dirasa perlu untuk memberi pengetahuan tentang
mendaki gunung agar kita memiliki pemahaman yang tepat bahwa naik
gunung adalah kegiatan yang serius dan bertanggung jawab. Memang butuh
banyak pengetahuan dan persiapan untuk mendaki gunung.
Apa yang harus dipersiapkan, bagaimana cara packing yang benar, apa yang
harus diwaspadai di gunung dan bagaimana cara mengurus perizinan. Naik
gunung perlu meminta izin lho ke kantor Taman Nasional atau dinas
kehutanan setempat.
Bagaimana dengan makanan, obat - obatan, memasang tenda, teknik mendaki
yang benar sampai dengan solusi menghadapi kondisi alam yang di luar
dugaan? Semua itu juga harus kita ketahui. Di sisi lain, naik gunung
juga punya banyak manfaat mulai dari melatih kerja sama tim dan
menghargai alam.
Etika juga adalah penting untuk diperhatikan.
Banyak aturan tidak tertulis mengenai mendaki gunung. Sopan santun
terhadap alam, bukan sesuatu yang mengada - ada. Setidaknya para pendaki
punya aturan internasional.
"Take nothing but pictures, kill
nothing but time, leave nothing but footprints," begitulah semboyan
mereka. Artinya buang sampah, perusakan dan vandalisme sudah jelas
tindakan tercela. Setelah itu, barulah kita memilih gunung apa yang ingin kita daki.
Silakan pilih dan rancang perjalanan kita ke gunung yang dituju. Buatlah
perencanaan yang sempurna. Ingat - ingat ya, ketika melangkahkan kaki
menuju alam rimba, pastikan kita memiliki pemahaman yang lurus tentang
kegiatan naik gunung.
Kita tidak menaklukan puncak gunung, yang
kita taklukan di sana adalah ego dan kesombongan kita sendiri.
Perjalanan menuju puncak, adalah pencarian jati diri dengan kesabaran
dan membangun ikatan kuat dengan teman - teman.
Di puncak gunung nanti, kita adalah bagian yang tidak terpisahkan dengan
alam. Kita adalah Sunrise, kita adalah embun, kita hanyalah batu
kerikil di hadapan pemandangan alam yang indah ciptaan Tuhan. Jadilah
pendaki gunung yang bersikap dewasa dan bertanggung jawab. Itu tidak
akan mengurangi keseruan petualangan kita.
Dengan sikap yang tepat, alam liar akan menyambut kita dengan tangan terbuka. Selamat mendaki gunung!
http://www.belantaraindonesia.org/2015/05/menjadi-pendaki-yang-cerdas.html
Jumat, 28 Agustus 2015
GIE
Gie (2005) adalah sebuah film garapan sutradara Riri Riza. Gie mengisahkan seorang tokoh bernama Soe Hok Gie, mahasiswa Universitas Indonesia yang lebih dikenal sebagai demonstran dan pecinta alam.
Film ini diangkat dari buku Catatan Seorang Demonstran karya Gie sendiri, namun ditambahkan beberapa tokoh fiktif agar ceritanya lebih dramatis. Menurut Riri Riza, hingga Desember 2005, 350.000 orang telah menonton film ini. Pada Festival Film Indonesia 2005, Gie memenangkan tiga penghargaan, masing-masing dalam kategori Film Terbaik, Aktor Terbaik (Nicholas Saputra), dan Penata Sinematografi Terbaik (Yudi Datau).
Daftar isi
Masa remaja dan kuliah Hok Gie dijalani di bawah rezim pelopor kemerdekaan Indonesia Bung Karno, yang ditandai dengan konflik antara militer dengan PKI. Soe dan teman-temannya bersikeras bahwa mereka tidak memihak golongan manapun. Meskipun Hok Gie menghormati Sukarno sebagai founding father negara Indonesia, Hok Gie begitu membenci pemerintahan Sukarno yang diktator dan menyebabkan hak rakyat yang miskin terinjak-injak. Hok Gie tahu banyak tentang ketidakadilan sosial, penyalahgunaan kedaulatan, dan korupsi di bawah pemerintahan Sukarno, dan dengan tegas bersuara menulis kritikan-kritikan yang tajam di media. Soe juga sangat membenci bagaimana banyak mahasiswa berkedudukan senat janji-janji manisnya hanya omong kosong belaka yang mengedoki usaha mereka memperalat situasi politik untuk memperoleh keuntungan pribadi. Penentangan ini memenangkan banyak simpati bagi Hok Gie, tetapi juga memprovokasikan banyak musuh. Banyak interest group berusaha melobi Soe untuk mendukung kampanyenya, sementara musuh-musuh Hok Gie bersemangat menggunakan setiap kesempatan untuk mengintimidasi dirinya.
Tan Tjin Han, teman kecil Hok Gie, sudah lama mengagumi keuletan dan keberanian Soe Hok Gie, namun dirinya sendiri tidak memiliki semangat pejuang yang sama. Dalam usia berkepala dua, kedua lelaki dipertemukan kembali meski hanya sebentar. Hok Gie menemukan bahwa Tan telah terlibat PKI tetapi tidak tahu konsekuensi apa yang sebenarnya menantinya. Hok Gie mendesak Tan untuk menanggalkan segala ikatan dengan PKI dan bersembunyi, tetapi Tan tidak menerima desakan tersebut.
Hok Gie dan teman-temannya menghabiskan waktu luang mereka naik gunung dan menikmati alam Indonesia yang asri dengan Mahasiswa Pecinta Alam (MAPALA) UI. Selain itu, mereka juga gemar menonton dan menganalisa film, menikmati kesenian-kesenian tradisional, dan menghadiri pesta-pesta.
Film ini menggambarkan petualangan Soe Hok Gie mencapai tujuannya untuk menggulingkan rezim Sukarno, dan perubahan-perubahan dalam hidupnya setelah tujuan ini tercapai.
Ira dan Sinta adalah dua perempuan yang mewakili wanita-wanita dalam hidup Hok Gie. Meskipun Hok Gie memang pernah berpacaran dengan beberapa gadis UI, Ira dan Sinta dalam film ini adalah tokoh-tokoh fiktif. Riri Riza, pembuat film ini bahkan menyempatkan diri ke luar negeri untuk mewawancarai salah seorang wanita yang pernah dekat dengan Soe, tetapi dia menolak untuk membiarkan identitasnya diketahui publik dan tidak mau membeberkan detail-detail hubungan mereka dengan Hok Gie. Buku harian Hok Gie memang menyebutkan keterlibatannya dengan tiga perempuan, tetapi tidak dengan jelas menyatakan apakah dia memang mencintai salah satu di antara mereka.
Ira adalah seorang wanita muda yang cerdas dan hidup dengan semangat pejuang untuk impian-impian idealistis yang juga dimiliki Hok Gie. Ira adalah sahabat dan pendukung Hok Gie yang paling setia dan selalu hadir, baik saat Gie sedang kerja maupun main. Sempat terlihat tanda-tanda asmara yang subtil antara Hok Gie dengan Ira, tetapi baru sekali kencan keduanya sudah tidak berani melanjutkannya menjadi sebuah kisah cinta.
Selang beberapa tahun, muncullah seorang gadis menawan bernama Sinta. Orang tua Sinta yang berada mengagumi karya-karya tulis Hok Gie. Jelas terlihat bahwa Hok Gie dan Sinta secara fisik memang tertarik satu sama lain, tetapi tidak berhasil menjalin hubungan hati-ke-hati yang mantap. Kelihatannya Sinta sekadar suka ditemani Hok Gie dan bangga menjadi pacar seorang tokoh yang dihormati, tetapi sebenarnya tidak betul-betul peduli dengan hal-hal yang menjadi obsesi hati Hok Gie. Sebaliknya, Hok Gie tidak tahu bagaimana mengambil hati Sinta dan merasa tidak puas dengan hubungan mereka. Kehadiran Sinta menimbulkan kerikuhan antara Gie dengan Ira.
Kisah cinta Hok Gie dan Sinta mungkin diilhami oleh pacar Hok Gie yang terdekat. Pacar Hok Gie adalah putri sebuah pasangan kaya yang mengagumi karya-karya Hok Gie. Namun, begitu hubungan Hok Gie dengan pacarnya semakin intim, orang tua si gadis mulai membuat-buat dalih untuk menghalang-halangi putrinya dan Hok Gie untuk saling bertemu. Menurut orang tuanya, adalah terlalu riskan bila sang putri menikahi seorang pria yang keuangannya sulit dan sering menjadi target intimidasi dan macam-macam ancaman.
Film ini menggambarkan Ira sebagai perempuan yang selalu siap bergabung dengan para lelaki untuk naik gunung. Saat Hok Gie cs. menaiki Gunung Semeru, hadirlah seorang perempuan bernama Wiwiek Wiyana—tokoh yang tidak pernah disebut-sebut dalam film. Akan tetapi, apakah pengilhaman karakter Ira ada hubungannya dengan Maria bisa diragukan, karena menurut film ini, sementara Hok Gie naik ke Semeru, Ira sedang bersantai di rumahnya ditemani alunan tembang romantis yang membangkitkan cerita lama.
Tokoh-tokoh tambahan lainnya antara lain Denny (salah seorang sahabat Hok Gie yang periang, lucu, dan ramai), Jaka (tokoh PMKRI yang kemungkinan besar adalah Cosmas Batubara ) dan Santi.
https://id.wikipedia.org/wiki/Gie
Film ini diangkat dari buku Catatan Seorang Demonstran karya Gie sendiri, namun ditambahkan beberapa tokoh fiktif agar ceritanya lebih dramatis. Menurut Riri Riza, hingga Desember 2005, 350.000 orang telah menonton film ini. Pada Festival Film Indonesia 2005, Gie memenangkan tiga penghargaan, masing-masing dalam kategori Film Terbaik, Aktor Terbaik (Nicholas Saputra), dan Penata Sinematografi Terbaik (Yudi Datau).
Sinopsis
Soe Hok Gie dibesarkan di sebuah keluarga keturunan Tionghoa yang tidak begitu kaya dan berdomisili di Jakarta. Sejak remaja, Hok Gie sudah mengembangkan minat terhadap konsep-konsep idealis yang dipaparkan oleh intelek-intelek kelas dunia. Semangat pejuangnya, setiakawannya, dan hatinya yang dipenuhi kepedulian sejati akan orang lain dan tanah airnya membaur di dalam diri Hok Gie kecil dan membentuk dirinya menjadi pribadi yang tidak toleran terhadap ketidakadilan dan mengimpikan Indonesia yang didasari oleh keadilan dan kebenaran yang murni. Semangat ini sering salah dimengerti orang lain. Bahkan sahabat-sahabat Hok Gie, Tan Tjin Han dan Herman Lantang bertanya "Untuk apa semua perlawanan ini?". Pertanyaan ini dengan kalem dijawab Soe dengan penjelasan akan kesadarannya bahwa untuk memperoleh kemerdekaan sejati dan hak-hak yang dijunjung sebagaimana mestinya, ada harga yang harus dibayar, dan memberontaklah caranya. Semboyan Soe Hok Gie yang mengesankan berbunyi, "Lebih baik diasingkan daripada menyerah pada kemunafikan."Masa remaja dan kuliah Hok Gie dijalani di bawah rezim pelopor kemerdekaan Indonesia Bung Karno, yang ditandai dengan konflik antara militer dengan PKI. Soe dan teman-temannya bersikeras bahwa mereka tidak memihak golongan manapun. Meskipun Hok Gie menghormati Sukarno sebagai founding father negara Indonesia, Hok Gie begitu membenci pemerintahan Sukarno yang diktator dan menyebabkan hak rakyat yang miskin terinjak-injak. Hok Gie tahu banyak tentang ketidakadilan sosial, penyalahgunaan kedaulatan, dan korupsi di bawah pemerintahan Sukarno, dan dengan tegas bersuara menulis kritikan-kritikan yang tajam di media. Soe juga sangat membenci bagaimana banyak mahasiswa berkedudukan senat janji-janji manisnya hanya omong kosong belaka yang mengedoki usaha mereka memperalat situasi politik untuk memperoleh keuntungan pribadi. Penentangan ini memenangkan banyak simpati bagi Hok Gie, tetapi juga memprovokasikan banyak musuh. Banyak interest group berusaha melobi Soe untuk mendukung kampanyenya, sementara musuh-musuh Hok Gie bersemangat menggunakan setiap kesempatan untuk mengintimidasi dirinya.
Tan Tjin Han, teman kecil Hok Gie, sudah lama mengagumi keuletan dan keberanian Soe Hok Gie, namun dirinya sendiri tidak memiliki semangat pejuang yang sama. Dalam usia berkepala dua, kedua lelaki dipertemukan kembali meski hanya sebentar. Hok Gie menemukan bahwa Tan telah terlibat PKI tetapi tidak tahu konsekuensi apa yang sebenarnya menantinya. Hok Gie mendesak Tan untuk menanggalkan segala ikatan dengan PKI dan bersembunyi, tetapi Tan tidak menerima desakan tersebut.
Hok Gie dan teman-temannya menghabiskan waktu luang mereka naik gunung dan menikmati alam Indonesia yang asri dengan Mahasiswa Pecinta Alam (MAPALA) UI. Selain itu, mereka juga gemar menonton dan menganalisa film, menikmati kesenian-kesenian tradisional, dan menghadiri pesta-pesta.
Film ini menggambarkan petualangan Soe Hok Gie mencapai tujuannya untuk menggulingkan rezim Sukarno, dan perubahan-perubahan dalam hidupnya setelah tujuan ini tercapai.
Tokoh tambahan
Tan Tjin Han, figur yang menjadi sahabat Gie semasa kecil, adalah seorang tokoh fiktif yang diilhami oleh dua orang sahabat Hok Gie, Djin Hok dan Effendi. Dari buku harian Hok Gie memang terdapat referensi tentang Djin Hok yang menjadi korban kekerasan tantenya, tetapi di masa dewasa Hok Gie namanya tak pernah lagi disebut-sebut. Teman Hok Gie yang menjadi korban razia PKI adalah Effendi.Ira dan Sinta adalah dua perempuan yang mewakili wanita-wanita dalam hidup Hok Gie. Meskipun Hok Gie memang pernah berpacaran dengan beberapa gadis UI, Ira dan Sinta dalam film ini adalah tokoh-tokoh fiktif. Riri Riza, pembuat film ini bahkan menyempatkan diri ke luar negeri untuk mewawancarai salah seorang wanita yang pernah dekat dengan Soe, tetapi dia menolak untuk membiarkan identitasnya diketahui publik dan tidak mau membeberkan detail-detail hubungan mereka dengan Hok Gie. Buku harian Hok Gie memang menyebutkan keterlibatannya dengan tiga perempuan, tetapi tidak dengan jelas menyatakan apakah dia memang mencintai salah satu di antara mereka.
Ira adalah seorang wanita muda yang cerdas dan hidup dengan semangat pejuang untuk impian-impian idealistis yang juga dimiliki Hok Gie. Ira adalah sahabat dan pendukung Hok Gie yang paling setia dan selalu hadir, baik saat Gie sedang kerja maupun main. Sempat terlihat tanda-tanda asmara yang subtil antara Hok Gie dengan Ira, tetapi baru sekali kencan keduanya sudah tidak berani melanjutkannya menjadi sebuah kisah cinta.
Selang beberapa tahun, muncullah seorang gadis menawan bernama Sinta. Orang tua Sinta yang berada mengagumi karya-karya tulis Hok Gie. Jelas terlihat bahwa Hok Gie dan Sinta secara fisik memang tertarik satu sama lain, tetapi tidak berhasil menjalin hubungan hati-ke-hati yang mantap. Kelihatannya Sinta sekadar suka ditemani Hok Gie dan bangga menjadi pacar seorang tokoh yang dihormati, tetapi sebenarnya tidak betul-betul peduli dengan hal-hal yang menjadi obsesi hati Hok Gie. Sebaliknya, Hok Gie tidak tahu bagaimana mengambil hati Sinta dan merasa tidak puas dengan hubungan mereka. Kehadiran Sinta menimbulkan kerikuhan antara Gie dengan Ira.
Kisah cinta Hok Gie dan Sinta mungkin diilhami oleh pacar Hok Gie yang terdekat. Pacar Hok Gie adalah putri sebuah pasangan kaya yang mengagumi karya-karya Hok Gie. Namun, begitu hubungan Hok Gie dengan pacarnya semakin intim, orang tua si gadis mulai membuat-buat dalih untuk menghalang-halangi putrinya dan Hok Gie untuk saling bertemu. Menurut orang tuanya, adalah terlalu riskan bila sang putri menikahi seorang pria yang keuangannya sulit dan sering menjadi target intimidasi dan macam-macam ancaman.
Film ini menggambarkan Ira sebagai perempuan yang selalu siap bergabung dengan para lelaki untuk naik gunung. Saat Hok Gie cs. menaiki Gunung Semeru, hadirlah seorang perempuan bernama Wiwiek Wiyana—tokoh yang tidak pernah disebut-sebut dalam film. Akan tetapi, apakah pengilhaman karakter Ira ada hubungannya dengan Maria bisa diragukan, karena menurut film ini, sementara Hok Gie naik ke Semeru, Ira sedang bersantai di rumahnya ditemani alunan tembang romantis yang membangkitkan cerita lama.
Tokoh-tokoh tambahan lainnya antara lain Denny (salah seorang sahabat Hok Gie yang periang, lucu, dan ramai), Jaka (tokoh PMKRI yang kemungkinan besar adalah Cosmas Batubara ) dan Santi.
https://id.wikipedia.org/wiki/Gie
Rabu, 26 Agustus 2015
SIPISO - PISO 16 05 2015
Bukit Sipiso-piso memang tidak begitu dikenal yang membuatnya jarang
dikunjungi wisatawan. Akibatnya beberapa tempat berteduh yang tersedia
di camping ground tidak begitu terawat. Meskipun begitu, bukan berarti
bukit ini tidak memiliki daya tarik bagi wisatawan.
Berangkat dari medan tgl 16 05 2015 bertepatan dengan hari libur nasional Isra Mi'raj Team ToBA siang jam 11.00 perjalan sekitar 2 jam sampai di simpang tiga Merek berhenti untuk istirahat dan mencari bekal yang kurang.
Setelah cukup beristirahat kami langsung tancap gas ke daerah Tongging rencana mencari ikan untuk makan diatas bukit sipiso - piso. perjalanan ditemani dengan pemandangan yang indah disepanjang jalan untuk. ketika masuk dipos retribusi tim ToBA sejumlah 6 orang membayar biaya retribusi 30 rb. perjalanan dari POS Terbagi 2 ke kiri ke arah Tongging lurus arah ke Air Terjun Sipiso - piso. Kami yang memang bertujuan ke Tongging langsung ambil tikungan kekiri dimana jalan yang akan dilalui berkelok - kelok di perjalanan kita bisa menyaksikan pemandangan danau toba dan pulau samosir. kita juga dapat menyaksikan pemandangan air terjun sipiso - piso dari kejauhan. Ketika sampai di tongging ada banyak tempat makan bisa juga untuk sekedar beristirahat dari lamanya perjalanan. Karet ti ToBA memutuskan ketongging untuk mencari ikan maka kami putuskan untuk langsung pergi perkampungan penduduk. Dari keterangan penduduk lokal kami dapat mengetahui dimana kami harus membeli ikan. Dari tongging pun kita juga bisa menyaksikan Bukit Sipiso - piso
Setelah selesai di Tongging dengan segala urusan per- ikanan kami lanjutkan menuju bukit gundul. Perjalanan dari tongging ke bukit piso -piso adalah perjalanan balik ke Pos Retribusi dari Pos retibusi ke puncak sipiso - piso dapat ditempuh dengan sepeda motor, jalanan sudah diaspal tapi karena tidak terawat jalan jadi penuh semak, ilalang dan ranting. perjalanan sekitar 45 menit sampai kepuncak.
Ketika sampai dipuncak terdapat camping ground yang luas. dan juga datar cocok untuk mendirikan tenda. dari puncak sipiso-piso kita dapat melihat keindahan Gn. Sibuatan, Danau TOBA, Pulau Samosir dan puncak Pusuk Buhit. Untuk kondisi di puncak sipiso-piso banyak angin dan kencang sehingga ketika mendirikan tenda sebaiknya betul2 kuat.
Kebetulan waktu kami di Puncak sipiso - piso kami mendapatkan pemandangan berupa terbenamnya matahari tak lupa anggota tim pun segera ambil pose untuk berfoto-foto.
Tak terasa malam pun datang semua tim memutuskan untuk masuk tenda masing2 ternyata tak selang lama setelah didalam tenda hujan pun datang kebetulan Tim ada yang membawa terpal segeralah semua begegas memasang terpal untuk mengamankan tempat masak-memasak.
Ketika Pagi Tim disuguhkan lagi dengan pemandangan yang menakjubkan ketika matahari terbit.
Kenangannya tak terlupakan untuk berwisata ke Bukit sipiso - piso selamat menikmati. Pastikan jika anda naik keatas bukit dengan motor kondisi ban harus sangat prima kebetulan salah satu motor anggota tim kempes ban dan harus berjalan ke bawah dengan kondisi angin habis.
TIM ToBA "Kita Semua Keluarga"
Berangkat dari medan tgl 16 05 2015 bertepatan dengan hari libur nasional Isra Mi'raj Team ToBA siang jam 11.00 perjalan sekitar 2 jam sampai di simpang tiga Merek berhenti untuk istirahat dan mencari bekal yang kurang.
Setelah cukup beristirahat kami langsung tancap gas ke daerah Tongging rencana mencari ikan untuk makan diatas bukit sipiso - piso. perjalanan ditemani dengan pemandangan yang indah disepanjang jalan untuk. ketika masuk dipos retribusi tim ToBA sejumlah 6 orang membayar biaya retribusi 30 rb. perjalanan dari POS Terbagi 2 ke kiri ke arah Tongging lurus arah ke Air Terjun Sipiso - piso. Kami yang memang bertujuan ke Tongging langsung ambil tikungan kekiri dimana jalan yang akan dilalui berkelok - kelok di perjalanan kita bisa menyaksikan pemandangan danau toba dan pulau samosir. kita juga dapat menyaksikan pemandangan air terjun sipiso - piso dari kejauhan. Ketika sampai di tongging ada banyak tempat makan bisa juga untuk sekedar beristirahat dari lamanya perjalanan. Karet ti ToBA memutuskan ketongging untuk mencari ikan maka kami putuskan untuk langsung pergi perkampungan penduduk. Dari keterangan penduduk lokal kami dapat mengetahui dimana kami harus membeli ikan. Dari tongging pun kita juga bisa menyaksikan Bukit Sipiso - piso
Setelah selesai di Tongging dengan segala urusan per- ikanan kami lanjutkan menuju bukit gundul. Perjalanan dari tongging ke bukit piso -piso adalah perjalanan balik ke Pos Retribusi dari Pos retibusi ke puncak sipiso - piso dapat ditempuh dengan sepeda motor, jalanan sudah diaspal tapi karena tidak terawat jalan jadi penuh semak, ilalang dan ranting. perjalanan sekitar 45 menit sampai kepuncak.
Ketika sampai dipuncak terdapat camping ground yang luas. dan juga datar cocok untuk mendirikan tenda. dari puncak sipiso-piso kita dapat melihat keindahan Gn. Sibuatan, Danau TOBA, Pulau Samosir dan puncak Pusuk Buhit. Untuk kondisi di puncak sipiso-piso banyak angin dan kencang sehingga ketika mendirikan tenda sebaiknya betul2 kuat.
Kebetulan waktu kami di Puncak sipiso - piso kami mendapatkan pemandangan berupa terbenamnya matahari tak lupa anggota tim pun segera ambil pose untuk berfoto-foto.
Tak terasa malam pun datang semua tim memutuskan untuk masuk tenda masing2 ternyata tak selang lama setelah didalam tenda hujan pun datang kebetulan Tim ada yang membawa terpal segeralah semua begegas memasang terpal untuk mengamankan tempat masak-memasak.
Ketika Pagi Tim disuguhkan lagi dengan pemandangan yang menakjubkan ketika matahari terbit.
Kenangannya tak terlupakan untuk berwisata ke Bukit sipiso - piso selamat menikmati. Pastikan jika anda naik keatas bukit dengan motor kondisi ban harus sangat prima kebetulan salah satu motor anggota tim kempes ban dan harus berjalan ke bawah dengan kondisi angin habis.
TIM ToBA "Kita Semua Keluarga"
Senin, 24 Agustus 2015
SIBAYAK 21 03 2015
Gunung Sibayak adalah sebuah gunung yang menghadap ke kota Berastagi di Sumatera Utara.
Orang suku Karo menyebut gunung Sibayak dengan sebutuan "gunung Raja".
Gunung Sibayak merupakan gunung berapi dan meletus terakhir tahun 1881.
Gunung iNi berada di sekitar 50 kilometer barat daya KOTA MEDAN
Lokasi
Lokasi
Gunung Sibayak berlokasi di dataran
tinggi Karo, Kabupaten Karo, Sumatera Utara. Ketinggian Gunung yang
kerap menjadi objek pendakian ini mencapai 2.094 meter dpl. Secara
administratif, hutan alam pegunungan ini masuk dalam dalam kategori
Taman Hutan Raya (Tahura) Bukit Barisan. Puncak tertinggi dari Gunung
Sibayak bernama “Takal Kuda”. Ini adalah bahasa Karo yang berarti
“Kepala Kuda”. Posisi koordinat puncaknya adalah berada pada 97°30’BT
dan 4°15’LS.
Akses
Berangkat dari Kota Medan, Anda akan
menempuh jarak sejauh 77 km dengan waktu kurang lebih 2 jam untuk sampai
di Berastagi. Anda bisa memilih kendaraan roda dua atau roda empat.
Setelah itu, untuk mencapai lokasi, terdapat dua pilihan rute,
diantaranya perjalanan dari Berastagi atau dari Desa Semangat Gunung.
Terdapat tiga pintu masuk hutan gunung yang bisa Anda pilih untuk menuju puncak Gunung Sibayak.
Menelusuri jalan setapak sepanjang hutan tropis dan hamparan tebing
curam. Jalur masuk tersebut adalah melalui Desa Raja Berneh (Semangat
Gunung), Jalur 54, Penatapan jagung rebus dan Jaranguda yang berjarak
sekitar 500 meter dari Kota Berastagi.
Langganan:
Postingan (Atom)